Persaudaraan Setia Hati Terate (dikenal luas sebagai PSHT atau SH Terate) adalah organisasi olahraga yang diinisiasi oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo pada tahun 1922 dan kemudian disepakati namanya menjadi Persaudaraan Setia Hati Terate pada kongres pertamanya di Madiun pada tahun 1948.
- Ketua Majelis Luhur : Ir. R.B. Wiyono
- Ketua Dewan Harkat dan Martabat : H. Adi Prayitno, S.Pd.
- Ketua Pengurus Pusat : Dr. Ir. H. Muhammad Taufiq, S.H., M.Sc.
- Tokoh Penting : Ki Hadjar Hardjo Oetomo, Mas Irsjad, Mas Imam, Mas Tarmadji
Slogan PSHT ialah "Memayu Hayuning Bawana" yang berarti Memperindah keindahan dunia. PSHT merupakan organisasi pencak silat yang tergabung dan salah satu yang turut mendirikan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) pada tanggal 18 Mei 1948. Saat ini PSHT diikuti sekitar 7 juta anggota, memiliki cabang di 236 kabupaten/kota di Indonesia, 10 komisariat di perguruan tinggi dan 10 komisariat luar negeri di Malaysia, Belanda, Rusia (Moskwa), Timor Leste, Hongkong, Korea Selatan, Jepang, Belgia, dan Perancis.
SEJARAH PSHT
Pada tahun 1903, Ki Ajeng Ngabehi Soerodiwirjo meletakkan dasar gaya pencak silat Setia Hati di Kampung Tambak Gringsing, Surabaya. Sebelumnya, gaya silat ini ia namai Djojo Gendilo Tjipto Muljo dengan sistem persaudaraan yang dinamai Sedulur Tunggal Ketjer. Pada tahun 1917, ia pindah ke Madiun dan mendirikan Persaudaraan Setia Hati di Winongo, Madiun.
Pada tahun 1922, Ki Hadjar Hardjo Oetomo salah satu pengikut aliran pencak silat Setia Hati yang berasal dari Pilangbango, meminta izin kepada Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo untuk mendirikan pusat pendidikan pencak silat dengan aliran Setia Hati. Niat ini dilatar belakangi keadaan saat itu di mana ilmu pencak silat hanya diajarkan kepada mereka yang memiliki status bangsawan seperti bupati, wedana atau masyarakat bangsawan yang memiliki gelar raden, sehingga Ki Hardjo Oetomo berniat agar ilmu pencak silat ini bisa dipelajari oleh rakyat jelata dan pejuang perintis kemerdekaan. Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo setuju atas ide ini asalkan pusat pendidikan nanti harus memiliki nama yang berbeda. Akhirnya didirikanlah SH PSC (Persaudaraan Setia Hati "Pemuda Sport Club). Sistem yang dianut SH PSC ini adalah sistem paguron (perguruan) di mana guru ditempatkan pada tingkat tertinggi sebagai patron perguruan. Sistem pendidikan inilah yang menjadi cikal bakal Persaudaraan Setia Hati Terate.
PENDIDIKAN
Pendidikan pencak silat di PSHT memiliki inti unsur pembelaan diri untuk mempertahankan kehormatan, keselamatan, kebahagian, dan kebenaran. Materi yang diajarkan terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok pencak silat ajaran (pemula) yang terdiri dari senam massal, senam dasar, jurus, senam dan jurus toya, jurus belati, kuncian (kripen), dan silat seni untuk tunggal, ganda, dan beregu. Kelompok kedua adalah kelompok pencak silat prestasi untuk mengikuti kejuaraan atau ajang olahraga yang melibatkan pencak silat dengan materi tanding serta silat seni baik tunggal, ganda, maupun beregu. Dan yang terakhir adalah kelompok Pencak Silat Bela Diri Praktis yang diberi materi bela diri profesional, pertunjukan, dan keterampilan khusus.
Selain itu PSHT juga mengajarkan beberapa ajaran seperti Ajaran Setia Hati, di mana warga akan belajar mengenai upaya mendekatkan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, serta hubungan manusia dengan alam semesta. Ajaran Setia Hati mengharuskan warganya mampu memahami dirinya sendiri dan hati nuraninya, bahwa manusia dapat dihancurkan, manusia dapat dimatikan (dibunuh) tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu setia pada hatinya sendiri dan tidak ada kekuatan apapun di atas manusia yang bisa mengalahkan kecuali kekuatan Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran selanjutnya adalah Ajaran dan Gerakan Budi Luhur di mana warga PSHT harus ikut berupaya mewujudkan memayu hayuning bawana dalam upaya mewujudkan masyarakat nyaman, adil, makmur, dan sejahtera lahir batin.
Falsafah Ajaran
PSHT memiliki falsafah ajaran yang diambil dari ajaran luhur Jawa:
- Sepira gedhening sengasara yen tinampa amung dadi coba, yang berarti "seberapa pun besarnya kesengsaraan jika mampu menerimanya hanya akan jadi cobaan semata".
- Ala tanpa rupa yen tumandhang amung sedhela, yang berarti "setiap rasa kesusahan, keburukan, serta masalah-masalah apabila dijalani dengan berlapang dada maka kemudian terasa sebentar saja".
- Tega larane, ora tego patine, yang secara harfiah berarti "tega melihat sakitnya, tidak tega melihat matinya". Yang mana maksudnya adalah warga PSHT berani menyakiti seseorang dalam rangka memperbaiki bukan merusak (membunuh).
- Suro diro joyo diningrat lebur dening pangastuti, yang berarti "segala kesempurnaan hidup dapat diluluhkan dengan budi pekerti luhur".
- Satria ingkang pilih tanding, yang secara harfiah berarti "seorang kesatria mampu memilih lawan". Maksudnya seseorang berjiwa ksatria hanya mau melawan orang yang mampu menghadapinya, bukan orang yang lemah daripadanya".
- Ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasoroke, sekti tanpa aji-aji, sugih tanpa bandha, yang berarti "mendatangi tanpa kawan, menang tanpa mengalah, sakti tanpa kesakitan, dan kaya tanpa kekayaan".
- Datan serik lamun ketaman, datan susah lamun kelangan, yang artinya "jangan sakit hati kala musibah menimpa, jangan susah kala kehilangan".
- Ojo seneng gawe susahe liyan, opo alane gawe seneng liyan, yang artinya "jangan suka menyusahkan orang lain, apa jeleknya membahagiakan orang lain".
- Ojo waton ngomong ning yen ngomong sing gawe waton, yang artinya "jangan hanya bisa bicara namun harus bisa membuktikan".
- Ojo rumongso biso ning sing biso rumungso, yang artinya "jangan merasa bisa, namun juga harus bisa merasakan".
- Ngunduh wohing pakarthi, yang artinya "siapa yang berbuat pasti akan menerima hasil perbuatannya".
- Jer basuki mawa beya, yang artinya "segala kesuksesan membutuhkan pengorbanan".
- Budhi dayane manungso tan keno ngluwihi kodrate sing maha kuwoso, yang berarti "segala daya upaya manusia tidak akan bisa melebihi ketentuan Tuhan Yang Maha Kuasa".
- Memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara, yang secara harfiah berarti "memperindah keindahan dunia serta memberantas sifat angkara murka, serakah, dan tamak pada diri".
- Sepiro suwurmu ngudi kawruh, sepiro jeromu ngangsu ngilmu, sepiro akehe guru ngajimu tembe mburine mung arep ketemu marang sejatine awake dewe, yang berarti "seberapa tinggi mencari pengetahuan, seberapa dalammu menuntut ilmu, seberapa banyak guru yang mengajarimu, tetap bergantung pada dirimu sendiri".
- Sapo sing wus biso nemoake sedulur batine kakang adi ari-ari papat kiblat lima pancer, sejatine wus nemu guru sejatine.
- Sekti tanpo aji digdoyo tanpo guru, yang berarti "sakti tanpa kesakitan, hebat tanpa guru".
- Kridhaning ati ora bisa mbedhah kuthaning pesthi, yang berarti "gejolak jiwa (seharusnya) tidak mengubah kepastian".
- Amemangun karyenak tyasing sesama, yang berarti "membuat nyaman perasaan orang lain".
- Sukeng tyas yen den hita, yang berarti "suka/bersedia menerima nasihat".
- Aja adigang, adigung, adiguna, yang berarti "jangan sok kuasa, sok besar, dan sok sakti".
- Aja milik barang kang melok, aja mangro mundak kendo, yang berarti "jangan tergoda kemewahan, jangan mudah mendua agar semangat tidak kendur".
- Sing resik uripe bakal mulya, yang berarti "yang bersih hidupnya akan mulia".
- Aja kuminter mundak keblinger, aja cidra mundak cilaka, sing was-was tiwas, yang berarti "jangan sok pintar karena akan salah arah, jangan suka berbuat curang karena akan celaka, yang ragu-ragu akan binasa".
- Aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan lan kemareman, yang berarti "jangan terobsesi kedudukan, keduniawian, dan kepuasan".
- Aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja aleman, yang berarti "jangan mudah heran, jangan mudah kecewa, jangan mudah kaget, jangan manja".
- Sepi ing pamrih rame ing gawe, banter tan mbancangi, dhuwur tan ngungkuli, yang berarti "bekerja dengan giat tanpa pamrih, cepat tanpa mendahului, dan tinggi tanpa menandingi".
- Urip iku urup, yang secarah harfiah artinya "hidup itu menghidupi". Maksudnya dalam hidup harus bisa menjadi manfaat bagi orang lain.
- Sak apik-apike wong yen aweh pitulung kanthi cara dedhemitan, yang berarti "sebaik-baiknya orang adalah memberi pertolongan dengan tanpa ingin diketahui orang lain".
TINGKATAN
Siswa Polos atau siswa hitan adalah tingkatan awal pada PSHT, yang ditandai dengan sabuk warna hitam. Warna hitam melambangkan kebutaan karena siswa belum mengetahui dengan baik apa itu PSHT. Pada tingkatan ini siswa diajarkan pengenalan tentang Setia Hati dan Setia Terate, pengenalan gerak, gerakan, beberapa senam dan jurus. Gerak dan gerakan yang diajarkan termasuk senam untuk tangan dan kaki. Sedangkan jurus yang diajarkan pada tingkatan ini adalah 1 hingga 2 pukulan, tendangan dan pertahanan, 30 senam dan 5 sampai 6 jurus.
Siswa Jambon merupakan siswa polos yang lulus ujian kenaikan tingkat yang ditandai sabuk berwarna merah muda. Warna merah muda melambangkan keragu-raguan. Jambon juga berarti sifat matahari yang terbit atau sifat matahari yang terbenam, yaitu sifat yang mulai mengarah ke suatu kepastian tetapi masih belum sempurna. Pada tingkatan ini siswa diajarkan pemahaman dan pengamalan Ajaran Setia Hati. Dan penambahan kemampuan gerak dan gerakan menjadi 3 hingga 4 pukulan, tendangan dan pertahanan, 45 senam dan 13 jurus.
Siswa Ijo merupakan siswa jambon yang lulus kenaikan tingkat yang ditandai sabuk berwarna hijau. Warna hijau melambangkan keadilan dan keteguhan dalam menjalani sesuatu. Pada tingkatan ini siswa diajarkan penambahan kemampuan gerak dan gerakan menjadi 5 hingga 6 pukulan, tendangan dan pertahanan, 60 senam dan 15 hingga 20 jurus.
Siswa Putih menggunakan sabuk berwarna putih. Dalam tingkatan ini semua pukulan, tendangan, teknik pertahanan, senam dan jurus sudah diajarkan kecuali jurus ke-36. Warna putih melambangkan kesucian sehingga siswa dalam tingkatan ini diharapkan telah mengerti arah yang sebenarnya dan telah mengetahui perbedaan antara benar dan salah, bertindak berdasarkan prinsip kebenaran, dan bersikap tenang. Siswa pada tingkatan ini sudah siap untuk menjalani pengesahan sebagai pendekar/warga PSHT.
Warga atau pendekar PSHT adalah mereka yang sudah menjalani ujian dan pengesahan. Warga PSHT dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu Warga tingkat I (Satria), tingkat II (Ngalindra), dan tingkat III (Pandhita). Warga tingkat I menggunakan sabuk berwarna putih dari kain mori. Warga tingkat II dan III menggunakan selendang.